tag:blogger.com,1999:blog-91655961287889276222024-03-06T00:03:29.940-08:00Pahlawan RevormasiSMK IBTAhttp://www.blogger.com/profile/14302431954695923677noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-9165596128788927622.post-24753210367132542292008-11-07T05:38:00.000-08:002008-11-07T18:27:01.605-08:00biodata soekarno<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4SLQpHEN8kF31vS8xX-zTddr6Fe9cvOjOCOM7zzrA5FWheepbf5MnQ-SsuGTpImhyir_W592oKM9z4gkvGAYI4m00QB9FjIOIvOdL-FLrM6LJ184fOi6ZnGRotc96pykzOzW9d0NqdCPv/s1600-h/SOEKARNO_PYO.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265910230140127522" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 224px; CURSOR: hand; HEIGHT: 320px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4SLQpHEN8kF31vS8xX-zTddr6Fe9cvOjOCOM7zzrA5FWheepbf5MnQ-SsuGTpImhyir_W592oKM9z4gkvGAYI4m00QB9FjIOIvOdL-FLrM6LJ184fOi6ZnGRotc96pykzOzW9d0NqdCPv/s320/SOEKARNO_PYO.jpg" border="0" /></a><br /><br /><div><br />Soekarno<br />Gender<br />Laki-laki<br />Tempat/Tanggal Lahir<br />Blitar, Jawa Timur, 06 Juni 1901<br />Riwayat Hidup<br />Pendidikan : HIS di Surabaya HBS (Hoogere Burger School) lulus tahun 1920 THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) di Bandung lulus 25 Mei 1926 Ajaran : Marhaenisme<br /><br /><br />Riwayat Karir<br />Kegiatan Politik :Pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia) pada 4 Juli 1927Bergabung memimpin Partindo tahun 1931 - Merumuskan Pancasila 1 Juni 1945 - Bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 BIOGRAFI Ir. Soekarno (6 Juni 1901 - 21 Juni 1970) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945-1966. Soekarno mempunyai peranan penting untuk kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Beliau adalah salah seorang tokoh Proklamator Kemerdekaan Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno menempuh pendidikan di "Hoogere Burger School (HBS)", Surabaya. Kemudian ia bergabung dengan organisasi "Jong Java" (Pemuda Jawa). Tamat dari HBS tahun 1920 Soekarno melanjutkan ke "Technische Hoge School" (sekarang ITB) di Bandung dan tamat pada tahun 1925. Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan "Algemene Studie Club" di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkan ia ditangkap oleh Belanda pada bulan Desember 1929 hingga ia dibebaskan kembali pada 31 Desember 1931. Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Soekarno dibebaskan pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri. Pada tanggal 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat diubah menjadi Republik Indonesia dan Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia. Soekarno meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Kota Blitar, Jawa Timur. </div>SMK IBTAhttp://www.blogger.com/profile/14302431954695923677noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9165596128788927622.post-82179825857764789222008-11-07T05:23:00.000-08:002008-11-07T05:31:33.464-08:00PROFIL Mohammad Hatta<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3SO7-CDnAhoMNwJUctRv7UNi7o5BHOraB80nQxSeQAXHqHfR01HsWUDQXG1PDKSpPfrNDwd_2ki1CLeT0KaymNGspWaRDzTUxUM0tNjidSYXSZblBei37guG39jx1tf1vE2viRnobhyin/s1600-h/Hatta-1.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265906823064006002" style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; WIDTH: 200px; CURSOR: hand; HEIGHT: 261px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3SO7-CDnAhoMNwJUctRv7UNi7o5BHOraB80nQxSeQAXHqHfR01HsWUDQXG1PDKSpPfrNDwd_2ki1CLeT0KaymNGspWaRDzTUxUM0tNjidSYXSZblBei37guG39jx1tf1vE2viRnobhyin/s320/Hatta-1.jpg" border="0" /></a><br /><div>Latar belakang dan pendidikan :</div><br /><div></div><br /><div>Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatra Barat. Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, <a title="Bukittinggi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bukittinggi">Bukittinggi</a>, dan kemudian pada tahun <a title="1913" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1913">1913</a>-<a title="1916" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1916">1916</a> melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (<a title="ELS" href="http://id.wikipedia.org/wiki/ELS">ELS</a>) di <a title="Padang" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Padang">Padang</a>. Saat usia 13 tahun, sebenarnya beliau telah lulus ujian masuk ke <a title="HBS" href="http://id.wikipedia.org/wiki/HBS">HBS</a> (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke <a title="MULO" href="http://id.wikipedia.org/wiki/MULO">MULO</a> di Padang, baru kemudian pada tahun <a title="1919" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1919">1919</a> beliau pergi ke Batavia untuk studi di HBS. Beliau menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke <a title="Rotterdam" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Rotterdam">Rotterdam</a>, <a title="Belanda" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Belanda">Belanda</a> untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi <a class="new" title="Erasmus Universiteit" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Erasmus_Universiteit&action=edit">Erasmus Universiteit</a>). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun.<br />Saat masih di sekolah menengah di <a title="Padang" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Padang">Padang</a>, Bung Hatta telah aktif di organisasi, antara lain sebagai bendahara pada organisasi <a class="new" title="Jong Sumatranen Bond" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Jong_Sumatranen_Bond&action=edit">Jong Sumatranen Bond</a> cabang Padang.<br />Pada tangal <a title="27 November" href="http://id.wikipedia.org/wiki/27_November">27 November</a> <a title="1956" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1956">1956</a>, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu <a class="new" title="Doctor Honoris Causa" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Doctor_Honoris_Causa&action=edit">Doctor Honoris Causa</a> dalam Ilmu Hukum dari <a title="Universitas Gadjah Mada" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Gadjah_Mada">Universitas Gadjah Mada</a> di <a class="new" title="Yoyakarta" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Yoyakarta&action=edit">Yoyakarta</a>. Pidato pengukuhannya berjudul “Lampau dan Datang”.<br />Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.<br />Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas berangkat ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat, juga sebagai Bendahara.<br />Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres.</div><br /><div></div><br /><div></div><br /><div></div><br /><div>Perjuangan: </div><br /><div></div><br /><div></div><br /><div>Saat berusia <a title="15" href="http://id.wikipedia.org/wiki/15">15</a> <a title="Tahun" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun">tahun</a>, <a title="Hatta" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hatta">Hatta</a> merintis karir sebagai aktivis <a title="Organisasi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi">organisasi</a>, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang <a title="Padang" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Padang">Padang</a>. Di kota ini <a title="Hatta" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hatta">Hatta</a> mulai menimbun <a title="Pengetahuan" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan">pengetahuan</a> perihal perkembangan <a title="Masyarakat" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat">masyarakat</a> dan <a title="Politik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Politik">politik</a>, salah satunya lewat membaca berbagai <a title="Koran" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Koran">koran</a>, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga <a title="Batavia" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Batavia">Batavia</a>. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran <a title="Tjokroaminoto" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tjokroaminoto">Tjokroaminoto</a> dalam <a title="Surat kabar" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_kabar">surat kabar</a> Utusan Hindia, dan <a title="Agus Salim" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Agus_Salim">Agus Salim</a> dalam Neratja.<br />Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. “Aku <a title="Kagum" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kagum">kagum</a> melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat,” aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: <a title="Pengarang" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pengarang">pengarang</a> roman Salah Asuhan; aktivis partai <a title="Sarekat Islam" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam">Sarekat Islam</a>; anggota <a title="Volksraad" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Volksraad">Volksraad</a>; dan pegiat dalam <a title="Majalah" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Majalah">majalah</a> Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan <a title="Melayu" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Melayu">Melayu</a> dan Peroebahan.<br />Pada usia <a title="17" href="http://id.wikipedia.org/wiki/17">17</a> <a title="Tahun" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun">tahun</a>, <a title="Hatta" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hatta">Hatta</a> lulus dari <a title="Sekolah" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah">sekolah</a> tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke <a title="Batavia" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Batavia">Batavia</a> untuk melanjutkan studi di <a title="Sekolah Tinggi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Tinggi">Sekolah Tinggi</a> Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai aktif <a title="Menulis" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Menulis">menulis</a>. Karangannya dimuat dalam majalah Jong <a title="Sumatera" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera">Sumatera</a>, “Namaku Hindania!” begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk <a title="Kawin" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kawin">kawin</a> lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, <a title="Brahmana" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Brahmana">Brahmana</a> dari <a title="Hindustan" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hindustan">Hindustan</a>, datanglah musafir dari <a title="Barat" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Barat">Barat</a> bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. “Tapi Wolandia terlalu <a title="Miskin" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Miskin">miskin</a> sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,” rutuk Hatta lewat Hindania.<br />Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, <a title="Pengalaman" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pengalaman">pengalaman</a> sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal <a title="Minangkabau" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Minangkabau">Minangkabau</a> yang mukim di Batavia, serta <a title="Diskusi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Diskusi">diskusi</a> dengan temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Saban <a title="Sabtu" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sabtu">Sabtu</a>, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai <a title="Tanah air" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_air">tanah air</a>. Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan <a title="Bahasa Melayu" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu">bahasa Melayu</a>. Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian <a title="Pekerjaan" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pekerjaan">pekerjaan</a>. Bahder Djohan akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal <a title="Organisasi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi">organisasi</a> dan pembiayaan penerbitan. Namun, “Karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,” kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.<br />Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan <a title="Percetakan" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Percetakan">percetakan</a> <a title="Surat kabar" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_kabar">surat kabar</a> Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di <a title="Rotterdam" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Rotterdam">Rotterdam</a>, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio <a title="Tahun" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun">tahun</a> <a title="1922" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1922">1922</a>, terjadi peristiwa yang mengemparkan <a title="Eropa" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Eropa">Eropa</a>, <a title="Turki" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Turki">Turki</a> yang dipandang sebagai <a title="Kerajaan" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan">kerajaan</a> yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur <a title="Tentara" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tentara">tentara</a> <a title="Yunani" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Yunani">Yunani</a> yang dijagokan oleh <a title="Inggris" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Inggris">Inggris</a>. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di <a title="Batavia" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Batavia">Batavia</a>. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat kabar di <a title="Tanah air" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_air">tanah air</a> yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.<br /><a class="internal" title="Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Hatta-perangko.jpg"></a><br /><a class="internal" title="Perbesar" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Hatta-perangko.jpg"></a>Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002<br />Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan “Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!” berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.<br />Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah– sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal.<br />Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.<br />Pada tahun <a title="1927" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1927">1927</a>, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, <a title="Jawaharlal Nehru" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jawaharlal_Nehru">Jawaharlal Nehru</a>. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free.<br />Pada tahun <a title="1932" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1932">1932</a> Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama <a title="Soetan Sjahrir" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Soetan_Sjahrir">Soetan Sjahrir</a>, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari <a title="1934" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1934">1934</a>. Hatta diasingkan ke <a title="Digul" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Digul">Digul</a> dan kemudian ke <a title="Banda" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Banda">Banda</a> selama 6 tahun.<br />Pada tahun <a title="1945" href="http://id.wikipedia.org/wiki/1945">1945</a>, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama <a title="Bung Karno" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bung_Karno">Bung Karno</a> yang menjadi presiden RI.</div>SMK IBTAhttp://www.blogger.com/profile/14302431954695923677noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9165596128788927622.post-63446668304938333142008-11-07T04:56:00.000-08:002008-11-07T05:00:40.243-08:00Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXVjZOI_qf4EfbJhKi_AKm07h5BAWKpn1VSdQdJKobWjGxf9KE3gZtgOlDzJcR0y3vVhvEGh3IRuzD1EPHzf464VUtKgOBnLzAvsTBRfw1jMCwmrOe05VoMNN9ga0Ojp5aiZH4o5-OPaPN/s1600-h/350px-Naskah-Proklamasi.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265899311005868786" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 320px; CURSOR: hand; HEIGHT: 245px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXVjZOI_qf4EfbJhKi_AKm07h5BAWKpn1VSdQdJKobWjGxf9KE3gZtgOlDzJcR0y3vVhvEGh3IRuzD1EPHzf464VUtKgOBnLzAvsTBRfw1jMCwmrOe05VoMNN9ga0Ojp5aiZH4o5-OPaPN/s320/350px-Naskah-Proklamasi.jpg" border="0" /></a><br /><div>Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, <a title="Jalan Pegangsaan Timur 56" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Pegangsaan_Timur_56">Jalan Pegangsaan Timur 56</a> telah hadir antara lain <a class="new" title="Soewirjo" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Soewirjo&action=edit">Soewirjo</a>, <a title="Wilopo" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Wilopo">Wilopo</a>, <a class="new" title="Gafar Pringgodigdo" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gafar_Pringgodigdo&action=edit">Gafar Pringgodigdo</a>, <a class="new" title="Tabrani" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tabrani&action=edit">Tabrani</a> dan <a title="SK Trimurti" href="http://id.wikipedia.org/wiki/SK_Trimurti">Trimurti</a>. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh <a class="new" title="Soewirjo" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Soewirjo&action=edit">Soewirjo</a>, wakil walikota Jakarta saat itu dan <a title="Dr. Moewardi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Dr._Moewardi">Moewardi</a>, pimpinan <a title="Barisan Pelopor" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Barisan_Pelopor">Barisan Pelopor</a>.<br />Pada awalnya <a title="SK Trimurti" href="http://id.wikipedia.org/wiki/SK_Trimurti">Trimurti</a> diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah <a title="Latief Hendraningrat" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Latief_Hendraningrat">Latief Hendraningrat</a>, seorang prajurit <a title="PETA" href="http://id.wikipedia.org/wiki/PETA">PETA</a>, dibantu oleh <a class="new" title="Soehoed" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Soehoed&action=edit">Soehoed</a> untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (<a title="Sang Saka Merah Putih" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sang_Saka_Merah_Putih">Sang Saka Merah Putih</a>), yang dijahit oleh <a title="Fatmawati" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Fatmawati">Fatmawati</a> beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu <a title="Indonesia Raya" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Raya">Indonesia Raya</a>.<a title="" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Republik_Indonesia#_note-3">[4]</a>. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.<br />Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota <a title="Barisan Pelopor" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Barisan_Pelopor">Barisan Pelopor</a> yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.<a title="" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Republik_Indonesia#_note-4">[5]</a><br />Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai <a title="UUD 45" href="http://id.wikipedia.org/wiki/UUD_45">UUD 45</a>. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.<br />Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari otto iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.<br /><a id="Isi_Teks_Proklamasi" name="Isi_Teks_Proklamasi"></a><br />[<a title="Sunting bagian: Isi Teks Proklamasi" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia&action=edit&section=5">sunting</a>] Isi Teks Proklamasi</div>SMK IBTAhttp://www.blogger.com/profile/14302431954695923677noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9165596128788927622.post-34352119724438356872008-11-07T04:48:00.000-08:002008-11-07T04:50:55.786-08:00Bung Karno Putra Sang FajarAku adalah putra seorang ibu Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku dari Jawa. Nama lengkapnya adalah Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan yang berarti, Tuan. Bapak adalah keturunan Sultan Kediri...<br /><br />Apakah itu kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir, pengabdian bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba. Akulah ahli-warisnya.” Ir. Soekarno menuturkan kepada penulis otobiografinya, Cindy Adam.<br />Putra sang fajar yang lahir di Blitar, 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai, diberi nama kecil, Koesno. Ir. Soekarno, 44 tahun kemudian, menguak fajar kemerdekaan Indonesia setelah lebih dari tiga setengah abad ditindas oleh penjajah-penjajah asing.<br />Soekarno hidup jauh dari orang tuanya di Blitar sejak duduk di bangku sekolah rakyat, indekos di Surabaya sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Ia tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Jiwa nasionalismenya membara lantaran sering menguping diskusi-diskusi politik di rumah induk semangnya yang kemudian menjadi ayah mertuanya dengan menikahi Siti Oetari (1921).<br />Soekarno pindah ke Bandung, melanjutkan pendidikan tinggi di THS (Technische Hooge-School), Sekolah Teknik Tinggi yang kemudian hari menjadi ITB, meraih gelar insinyur, 25 Mei 1926. Semasa kuliah di Bandung, Soekarno, menemukan jodoh yang lain, menikah dengan Inggit Ganarsih (1923).<br />Soekarno muda, lebih akrab dipanggil Bung Karno mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia), 4 Juni 1927. Tujuannya, mendirikan negara Indonesia Merdeka. Akibatnya, Bung Karno ditangkap, diadili dan dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah Hindia Belanda. Ia dijeboloskan ke penjara Sukamiskin, Bandung, 29 Desember 1949.<br /><br />Di dalam pidato pembelaannya yang berjudul, Indonesia Menggugat, Bung Karno berapi-api menelanjangi kebobrokan penjajah Belanda.<br />Bebas tahun 1931, Bung Karno kemudian memimpin Partindo. Tahun 1933, Belanda menangkapnya kembali, dibuang ke Ende, Flores. Dari Ende, dibuang ke Bengkulu selama empat tahun. Di sanalah ia menikahi Fatwamati (1943) yang memberinya lima orang anak; Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rahmawati, Sukmawati dan Guruh Soekarnoputri.<br />Soekarno adalah seorang cendekiawan yang meninggalkan ratusan karya tulis dan beberapa naskah drama yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbitkan dengan judul Dibawah Bendera Revolusi, dua jilid. Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut, tulisan pertamanya (1926), berjudul, Nasionalisme, Islamisme, dan Marxism, bagian paling menarik untuk memahami gelora muda Bung Karno.<br />Tahun 1942, tentara pendudukan Belanda di Indonesia menyerah pada Jepang. Penindasan yang dilakukan tentara pendudukan selama tiga tahun jauh lebih kejam. Di balik itu, Jepang sendiri sudah mengimingi kemerdekaan bagi Indonesia.Penyerahan diri Jepang setelah dua kota utamanya, Nagasaki dan Hiroshima, dibom atom oleh tentara Sekutu, tanggal 6 Agustus 1945, membuka cakrawala baru bagi para pejuang Indonesia. Mereka, tidak perlu menunggu, tetapi merebut kemerdekaan dari Jepang.<br />Setelah persiapan yang cukup panjang, dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Drs Muhammad Hatta, mereka memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 52 (sekarang Jln. Proklamasi), Jakarta.SMK IBTAhttp://www.blogger.com/profile/14302431954695923677noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9165596128788927622.post-46885241008147633172008-11-05T19:41:00.000-08:002008-11-05T19:49:06.912-08:00Pahlawan Revolusi - Letjen. Anumerta S. Parman (1918-1965)<div align="center"><br /> <span style="color:#ff0000;">SETIA PADA PANCASILA</span></div><div align="center"><span style="color:#ff0000;"></span><br />Kata orang bijak, fitnah lebih kejam daripada membunuh. Dan apa yang dilakukan oleh PKI pada tujuh perwira pada malam 30 September 1965 jauh lebih kejam lagi. Setelah memfitnah dengan menyebutkan bahwa para Jenderal itu telah bekerjasama dengan satu negara luar untuk menjatuhkan Presiden Soekarno, PKI juga menculik dan membunuh perwira-perwira tersebut secara sadis dan biadab. Letjen. Anumerta S. Parman yang waktu itu menjabat sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat termasuk salah satu dari ketujuh perwira tersebut.<br />Pria kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah ini merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang kegiatan rahasia PKI karena itulah dirinya termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan yang membuatnya dimusuhi dan menjadi korban pembunuhan PKI.<br />Perwira yang gugur sebagai Pahlawan Revolusi ini lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Pendidikan umum yang pernah diikutinya adalah sekolah tingkat dasar, sekolah menengah, dan Sekolah Tinggi Kedokteran. Namun sebelum menyelesaikan dokternya, tentara Jepang telah menduduki Republik sehingga gelar dokter pun tidak sampai berhasil diraihnya.<br />Setelah tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia sempat bekerja pada Jawatan Kenpeitai. Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama kemudian dibebaskan kembali. Sesudah itu, ia malah dikirim ke Jepang untuk mengikuti pendidikan pada Kenpei Kasya Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan Kempeitai.<br />Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Pada akhir bulanDesember, tahun 1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta.<br />Selama Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya. Pada bulan Desember tahun 1949 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Salah satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling. Selanjutnya, pada Maret tahun 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School.<br />Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk beberapa lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London pada tahun 1959. Lima tahun berikutnya yakni pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal.<br />Ketika menjabat Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ini, pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai Komunis ini merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun sudah terpengaruh. Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui kegiatan rahasia PKI. Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian besar Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu. Dengan dasar itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI.<br />Maka pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30 September 1965, dirinya menjadi salah satu target yang akan diculik dan dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta S. Parman bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta Suprapto; Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya tanpa prikemanusiaan.<br />S. Parman gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan Pancasila. Bersama enam perwira lainnya ia dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.<br />Untuk menghormati jasa para pahlawan tersebut, oleh pemerintah Orde Baru ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila. </div>SMK IBTAhttp://www.blogger.com/profile/14302431954695923677noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9165596128788927622.post-41941512817749931702008-11-01T21:32:00.000-07:002008-11-01T21:33:47.291-07:00PahlawangygiugiSMK IBTAhttp://www.blogger.com/profile/14302431954695923677noreply@blogger.com0